Kenangan Di Rumah Mantan
Oleh : Ariantini
"Jadi kalian akan saya bagi menjadi beberapa kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari lima orang. Nah, dua orang dalam kelompok, saya yang tentukan. Sisanya silahkan menyesuaikan. Sampai di sini ada yang ingin ditanyakan?" tanya Pak Doni selaku dosen matematika itu.
"Tidak, Pak!" jawab para murid secara kompak.
"Baiklah. Untuk dua orang yang saya tentukan itu tujuannya supaya dalam satu kelompok ada mahasiswa/mahasiswi yang cukup pintar dan yang kurang. Saya akan ambil rangking sepuluh besar pertama dan sepuluh besar terakhir. Jadi kalian bisa saling membantu dalam pelajaran kali ini," terang Pak Doni lagi.
Terdengar bisikan-bisikan riuh di ruangan kelas itu. Pak Doni mulai membuka daftar absensi yang ia pegang.
"Harap tenang! Saya akan bacakan nama-namanya," ucap Pak Doni sembari memerhatikan nama-nama pada kertas yang ia pegang.
Semuanya menunggu dengan tegang nama-nama yang akan disebut. Hingga kini tinggal dua nama terakhir.
"Dara dan Yogi. Baiklah itu dua nama terakhir yang akan membimbing kelompok presentasinya. Sisanya silahkan menyesuaikan. Saya harap kalian bisa saling bekerja sama untuk presentasi kali ini. Kelas hari ini saya tutup, terima kasih dan selamat siang."
Setelah Pak Doni meninggalkan kelas, ruangan itu kembali riuh dengan suara-suara desakan dan ajakan untuk menjadi satu kelompok.
"Ra? Gue ikut lo, ya," ucap Anya.
"Oke! Cariin sekalian lagi dua biar pas berlima." Dara berucap sambil memasukkan buku-bukunya ke dalam tas.
"Ra! Gue ikut lo, ya. Soalnya ketua geng gue bareng lo," ucap seorang laki-laki berambut ikal dari arah belakang.
"Ketua geng?" ulang Dara sambil mengernyitkan dahinya.
"Iya, si Yogi," jawab laki-laki baru yang kini ikut berdiri di sebelah Dara.
"Oh, oke! Masuk aja. Jadi pas lima orang kalau kalian masuk kelompok gue," sahut Dara setuju.
"Jadi nanti kita buat presentasinya di mana?" tanya Yogi menghampiri mereka.
"Di rumah gue gimana?" tanya Dara pada keempat anggota kelompoknya.
"Gue sih, oke!" Anya menjawab dengan semangat.
"Gue sama Tama juga oke," timpal pria berambut ikal itu.
"Yaudah di rumah lo. Jam berapa?" tanya Yogi lagi memastikan.
"Jam lima, gimana? Biar gak kemaleman. Gue soalnya gak bisa sampai malem." Kali ini Anya yang menjawab dan mendapat anggukan setuju dari yang lain.
***
Dara sudah menyiapkan beberapa makanan ringan dan minuman dingin untuk teman-temannya.
Waktu baru menunjukkan pukul empat tiga puluh, tapi Dara sudah siap dengan laptop di hadapannya.
"Non Dara, di bawah ada teman Non Dara datang," ucap Bi Inem yang muncul dari balik pintu.
"Minta masuk aja, Bi," balas Dara.
Beberapa saat kemudian muncul Yogi dari balik pintu dan membuat Dara menoleh.
"Semangat banget lo. Baru juga jam setengah lima," ucap Dara.
Yogi tak menjawab, ia hanya tersenyum kikuk sambil mengusap tengkuknya.
Yogi menatap balkon kamar dara dan membuat ingatan tiga tahun lalu kembali membayanginya.
"Ra? Gue haus. Ambilin minum dong! Gue lupa dapur di rumah lo," ucap pria manis yang duduk di balkon kamar Dara.
"Manja banget, deh, pacar gue," balas Dara dan membuat pria itu tertawa kencang.
"Gik? Are you ok?" tanya Dara memastikan saat melihat Yogi melamun.
"Ah? Ya ya, gue baik-baik aja," sahut Yogi gelagapan.
Beberapa menit berikutnya kamar Dara sudah diisi oleh semua anggota kelompoknya. Mereka mulai mengerjakan tugas presentasi itu.
"Ra? Sini gue bantu ngetik. Lo yang bacain," ucap Tama sambil meraih laptop milik Dara.
Ucapan Tama kembali membawa Yogi untuk mengingat kenangan di masa lalunya tiga taun lalu bersama dara.
"Ra? Biar gue yang ngetik sini, lo bacain aja," ucap pria itu sambil merebut laptop dari tangan Dara.
"Gak usah, gue bisa," tolak Dara halus.
"Ra, ini tugas kelompok, jadi buatnya bareng-bareng," ucap pria itu lagi dan membuat Dara mengalah.
Yogi kembali membiarkan ingatannya memutar kejadian yang ia alami bersama Dara tiga tahun lalu.
"Gantian sini. Gue yang ngetik, Anya yang bacain," ucap pria berambut ikal itu.
"Boleh-boleh," balas Dara kemudian menyerahkan buku tebal itu pada Anya.
"Eh, ini camilannya, silahkan," ucap Dara sambil menyodorkan nampan berisi beberapa makanan ringan dan minuman dingin.
Ternyata melupakan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Satu persatu kenangan tiga tahun lalu terus terulang diingatan Yogi bak film bioskop yang sedang dinikmati para penotonnya.
"Ra? Gue maunya disuapin," ujar pria berseragam putih abu itu.
"Manja banget lo sumpah!" ledek Dara tetapi ia tetap menyuapi pria itu.
"Gi?" Tama mengguncang lengan ketua gengnya yang sedari tadi terus melamun.
"Ya, kenapa?" tanya Yogi bingung.
"Astaga, lu udah kayak anak ayam yang bingung nyari induknya," ejek pria berambut ikal itu.
"Apaan, sih, lo!"
"Makanya orang ngomong dengerin! Ngelamun aja! Nanti tugas lo, print materi ini, terus fotocopy lima rangkap. Oke?" ucap pria berambut ikal itu lagi.
"Siap Pak Yudi!" sahut Yogi dan membuat pria berambut ikal itu nyengir kuda.
Setelah menyelesaikan tugas presentasi mereka, semuanya berpamitan untuk pulang.
Semua sudah pulang, kecuali Yogi. Laki-laki itu masih meng-copy file tugas yang harus ia print.
Potongan kenangan kembali terputar, namun kali ini kenangan itu terasa sangat pahit bagi Yogi.
"Ra, kenapa harus putus? Kita bisa kan bicara baik-baik. Ada masalah apa?"
"Gak ada yang bisa dibicarakan. Setelah kelulusan, gue akan tunangan sama cowok pilihan papa."
"Tapi, kenapa?"
"Demi perusahaan papa, gue harus terima perjodohan ini."
"Hallo?" Dara melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Yogi.
Yogi tersadar dari lamunannya, ia mengerjapkan matanya beberapa kali.
"Ra? Bisa bicara sebentar?" tanya Yogi saat Dara mulai merapikan laptopnya.
"Ya? Ada apa?"
"Gue... Gue masih sayang sama lo."
"Gik, tolong. Kita udah berpisah tiga tahun. Kenapa, sih, lo masih mempersulit semuanya?" tanya Dara dengan emosi.
"Ra, gue udah berusaha hapus semua tentang lo. Tapi sulit, Ra," jelas Yogi.
"Gue udah tunangan, Gik! Setelah wisuda gue akan nikah sama Bagas. Tolong ngerti!" jelas Dara masih dengan emosi yang sama.
"Lo yang harusnya tolong ngerti."
"Lo kira gue gak berjuang buat hapus semua kenangan kita? Kenangan yang terjalin tiga tahun itu udah gue hapus dalam waktu tiga tahun terakhir ini. Jadi gue harap lo juga bisa ngelakuin itu!" tegas Dara.
"Apapun yang lo bilang. Gue gak akan bisa menghapus lo dan semua kenangan kita. Ketika gue masuk ke rumah lo, semua kenangan itu berputar, Ra."
"Mulai sekarang jangan pernah ke rumah gue lagi. Gue gak mau lo sakit hati dengan semua ini. Tolong, Gik." Dara mulai menurunkan nada bicaranya.
"Boleh peluk lo untuk yang terakhir kalinya?" pinta Yogi sambil menatap Dara penuh harap.
'Brukk'
Dara menabrakkan tubuh rampingnya ke dalam dada bidang Yogi.
"Maaf, Gik, maaf! Gue sayang lo! Gue gak mau lo sakit hati terlalu jauh! Tanggal pernikahan gue udah ditentukan!"
"Gue janji, ini yang terakhir. Setelah ini gue bakalan simpan semua tentang lo. Dan gue gak akan ganggu lo lagi."
TAMAT
Tentang Penulis
Hallo! Nama lengkapku Ari Kartini, panggil saja aku Ar. Aku adalah gadis manis yang lahir di Pulau Bali 22 tahun lalu tepat pada Hari Kartini. Aku suka membaca dan menulis karena dengan membaca dan menulis aku merasa bebas dari beban hidup. Kenali aku lebih dekat lewat akun Instagram, Wattpad & Dreame : @ariantini21
Tidak ada komentar:
Posting Komentar