Pengeran Untuk Clara
Reim
Suara burung berkicauan yang terdengar, sepertinya memberi tanda bahwa hari ini akan cerah. Namun, akan tetap muram seperti hari-hari sebelumnya bagi Clara. Setahun belakangan ini, Clara selalu saja bangun terlalu subuh bahkan mengalahkan ayam jago yang selalu berkokok. Jam dinding menunjukkan pukul empat dini hari, saat Clara sibuk berkutat dengan bahan makanan di dapur. Seperti inilah kehidupannya sehari-hari, jika sang ayah tidak di rumah. Ia akan selalu bangun terlalu pagi untuk melayani Tesa ibu tirinya dan Teresia saudari tirinya.
Kehidupan Clara yang tiga tahun silam bak putri raja sirna dalam sekejap saat ayahnya menikahi Tesa, sang ibu tiri yang sangat kejam. Bisa saja Clara mengadu akan perbuatan kejam yang ibu dan saudari tirinya lakukan terhadapnya, tetapi percuma. Ayahnya terlalu sibuk dengan pekerjaannya di luar kota. Seluruh masakan telah selesai dan telah siap dihidangkan di meja makan. Sesegera mungkin Clara menuju kamarnya dan bersiap mandi.
“Clara...!!! Seragam gue mana?” teriak Teresia.
Clara yang mendengar teriakan itu saat sedang asik menggosok badannya dengan sabun mandi, hanya bisa menggerutu kesal.
“Apa gak punya mata dan tangan tuh anak, cari sendiri kek,” setelah menggerutu sendiri dengan cekatan Clara menyiram seluruh badannya dan menyelesaikan prosesi mandi paginya.
Ingin rasanya Clara mengatakan kepada Teresia untuk melakukan sendiri segala kegiatan dan kebutuhannya, tetapi hal itu tak kunjung ia lakukan karena tak ingin memperpanjang urusan dengan saudari tirinya.
Saat membuka pintu kamar mandi, hal yang pertama Clara lihat adalah Teresia yang sedang mengobrak-abrik segala isi lemari baju Clara. “Lo cari apa?” tanya Clara. Ia kesal melihat isi lemarinya sudah tidak tertata rapi lagi seperti biasanya. Tapi lagi-lagi rasa kesal itu hanya bisa ia pendam, tunggu saja jika kekesalan itu sudah menumpuk maka tak ada lagi maaf untuk Teresia. Sekarang hari keberuntungannya, karena kesabaran Clara belum mencapai batas. Diam-diam dia mengamati apa yang dilakukan Teresia sambil memakai seragam.
“Seragam gue lah, dari tadi gue teriak-teriak lo kagak nyaut. Budek,” ucap Teresia.
“Percuma lo nyari di sini. Seragam, seragam lo. Jadi pasti ada di lemari lo,” ujar Clara cuek.
Kini ia telah selesai menggunakan seragam lengkap dan sudah menggendong ransel miliknya. Tanpa menunggu respon dari Teresia, Clara keluar dari kamarnya meninggalkan Teresia yang berteriak menyuruh Clara mencarikan seragam miliknya.
Clara mungkin dianggap upik abu oleh ibu dan saudari tirinya, tetapi jangan berpikir dia sama dengan sosok Cinderella yang ada di cerita dongeng. Clara tidak sebodoh itu untuk tidak bisa melawan sama sekali, ia hanya tidak ingin memusingkan kepalanya dengan ocehan-ocehan tidak jelas dari mereka. Sejak kecil Clara telah diajarkan oleh Pelita, ibu kandung Clara untuk hidup mandiri. Sejak umur sepuluh tahun ia sudah terbiasa membantu ibunya memasak di dapur, jadi tak masalah bagi Clara jika ia melakukan semua pekerjaan rumah. Toh tempat yang sekarang ia tinggali adalah rumahnya sendiri.
Kini Clara sedang berdiri di simpang jalan dekat rumahnya, menoleh ke kanan dan kiri seperti sedang mencari seseorang. Setelah kurang lebih limabelas menit Clara berdiri, mobil sport mewah lewat di hadapannya kemudian berhenti. Ini dia yang sedari tadi Clara tunggu, ia tersenyum lalu berlari mendekati mobil itu dan segera masuk ke dalamnya.
“Lo lama banget sih, udah setengah jam gue nungguin,” ucap Clara saat ia baru saja duduk di kursi sebelah pengemudi “Ngebut, kalo telat ntar gue gak bisa ngintipin Pangeran di kelasnya,” lanjutnya.
Bella sahabatnya Clara yang menjemputnya hanya menggelengkan kepala mendengar ucapan Clara. Ia tahu, sudah sejak lama Clara menaruh hati pada Pangeran, salah satu lelaki populer di sekolahya. Tetapi, Bella merasa kasian kepada Clara yang selalu saja tidak bisa mendekati Pangeran secara terang-terangan karena Teresia juga menyukai pangeran dan sedang gencarnya mendekati karena status Pangeran yang belum seminggu ini kembali menyandang status jomblo.
Sepasang saudari tiri ini mencintai dua orang yang sama, ucap Bella dalam hati.
“Lo gak mau ngasih kode gitu sama Pangeran, Clar?” ucap Bella, menyuarakan pertanya-pertanyaan yang sedari lama ingin sekali ia tanyakan pada Clara.
“Ya maulah, tapi kan lo tau sendiri. Si Teresia juga suka Pangeran dan gue harus bersaing sama saudari tiri gue sendiri, udah males aja rasanya,” jawab Clara.
“Ya apa salahnya, bersaing secara sehat. Gue denger si Pangeran sabtu ini ngadain party, kenapa lo gak coba ikut?” Bella sengaja berkata seperti itu agar Clara terpancing dan mau mendekati Pangeran.
Clara tahu kabar itu, seluruh sekolah sudah mengetahuinya jadi mustahil baginya tidak sedikitipun tau kabar terbaru tentang Pangeran. Clara juga ingin menghadiri party itu, tetapi selalu saja tidak bisa. Setiap ia meminta izin untuk menghadiri acara sekolah ataupun acara teman-temannya yang lain, Tesa selalu saja menghalangi dengan menyuruh Clara melakukan tugas-tugas yang jika diselesaikan membutuhkan waktu lama. Alhasil, saat semua kerjaan itu selesai Clara kerjakan telah masuk tengah malam dan pastinya acara itu sudah bubar.
“Huh...gue pengen, pengen banget ikut. Tapi lo tau kan gimana tante Tesa, baru mau izin aja udah dikasih kerjaan banyak banget,” Clara mengeluarkan segala keluhannya. Dia kesal, sangat kesal. Tetapi ia masih tidak punya terlalu besar kekuatan untuk melawan ibu tirinya itu. Clara terdiam sambil memikirkan dan berandai-andai hal yang terjadi jika ia datang ke party yang diadakan Pangeran.
“Gue ada ide!” teriak Bella dan hal itu sukses mengejutkan Clara yang sedang terbang di dalam imanjinasinya.
“Astagfirullah, nyebut Bel. Gila lo ya, gue lagi ngebayangin sedang berduaan sama Pangeran juga malah lu kagetin,” ucap Clara dengan kekesalan yang sudah naik beberapa tingkat, “ide apaan?” lanjutnya, karena Bella belum juga mengatakan ide yang tadi ia katakan.
“Ngapain lu berduaan aja sama Pangeran di khayalan lu?” tanya Bella sengaja meledek Clara.
“Gini, jadi pas malam party gue bantuin lo deh. Gue bakalan ngirim tiket liburan gratis ke luar kota buat tante Tesa dan bayar orang buat ikutin kemana tante Tesa pergi, jadi kita bisa tau info kalo dia mau pulang atau masih liburan. Masalah tugas-tugas gak masuk akal yang dikasih tante Tesa, gue bisa bayar orang buat kerjain itu semua.” Bella sengaja menjeda perkataannya untuk mengambil nafas sejenak, “nah...! udah kelar semua, lu tinggal dandan cantik dan pergi ke party-nya Pangeran, beres!” ucap Bella mengakhiri rencananya dengan tepukan tangan bangga.
Clara mengangguk-anggukan kepala tanda setuju dengan apa yang Bella katakan. Tapi ada satu masalah, Clara tidak memiliki baju yang bagus untuk pesta meskipun ia adalah salah satu anak berada di sini.
“Lo gak lupa kan, fasilitas gue semuanya ditahan sama tente Tesa. Mobil dan blackcard yang dikasih bokap ada di tangannya tante Tesa,” semua keluhan yang sedari tadi dipikirkannya ia suarakan juga.
“Kalo masalah itu gampang. Lo lupa gue siapa?” tukas Bella
“Tapi...” Clara menggigit bibir bawahnya memikirkan hal lain yang mungkin akan menjadi penghalang dia akan menghadiri party Pangeran.
“Ya udah deh, yang penting ketemu Pangeran,”
“Nah gitu, nanti sepulang sekolah kita langsung beli gaun buat lo dan gue pakai ke party,” ujar Bela.
***
Jam tujuh malam. Sesuai janji, Bella telah menunggu Clara di depan rumahnya. Clara sengaja menunggu Teresia pergi ke party Pangeran terlebih dahulu agar Teresia tidak tau jika Clara juga datang ke party Pangeran. Sejauh ini rencana Bella masih berjalan dengan baik karena 3 hari yang lalu Tesa telah pergi liburan sambil mendatangi suaminya yang kerja di luar kota. Berdoa saja jika rencana mereka lancar sampai akhir.
“Clar, buruan masuk!”
Clara masuk ke dalam mobil Bella. Ia menyapa dengan senyuman.
“Udah siap?” tanya Bella basa-basi.
Clara mengangguk. Mata Bella meneliti penampilan Clara dari atas sampai bawah. Setelahnya dia berdecak kagum dengan panampilan Clara malam ini. Gaun limabelas senti di atas lutut berwarna biru muda yang ia gunakan terlihat sangat cantik sekali jika disandingkan dengan make up natural dan rambut curly miliknya. Setelahnya, Bella mengeluarkan sebuah kotak kecil yang ada di dalam dashbord mobilnya. Lalu mengemudi menuju lokasi party Pangeran.
“Nih pake!” ujar Bella sambil memberikan kotak itu kepada Clara.
“Makasih,”
Seketika Clara menganga melihat betapa cantiknya pemberian Bella. Di dalam kotak itu terdapat sepasang anting berbentuk mahkota yang dihiasi beberapa berlian. Tanpa ragu Clara langsung mengganti anting yang tadi ia pakai dengan anting yang baru saja diberikan Bella untuknya.
“Gimana?” Clara memperlihatkan anting mahkota yang telah menghiasi telinganya kepada Bella, “gue udah cantikkan?”
Bella mengangguk setelah meneliti dan merasa cukup puas dengan penampilan sahabatnya.
“Perfact!” puji Bella.
“Lo tau kenapa gue kasih anting mahkota?” Bella sebentar melihat ke arah Clara kemudian kembali fokus mengemudi. “Karena malam ini lo princess-nya Pangeran dan princess butuh mahkotanya.” Setelah berkata seperti itu mobil yang mereka tumpangi telah sampai ke lokasi yang dituju.
“Jangan lupa pakai topengnya, ini pesta topeng,” ucap Bella mengingatkan Clara agar menggunakan topeng yang sedari tadi ia pegang. Setelahnya mereka keluar dari mobil dan bersiap untuk menikmati party malam ini.
***
Suara dentuman musik memenuhi segala sudut ruang. Semua tamu sibuk dengan urusan masing-masing. Ada yang berjoget ria, berkumpul dengan teman-teman dan sebagian duduk di meja bartender menyesap minum yang rata-rata mengandung alkohol. Clara adalah salah satu orang yang hanya duduk dan berkumpul bersama teman-temannya, sambil sesekali melirik ke arah remaja yang sedang duduk di meja bartender menyesap cairan merah keunguan di dalam gelasnya.
Remaja itu Pangeran. Meskipun menggunakan topeng, Clara tetap mengenali bentuk tubuh lelaki itu. Ia yakin lelaki yang sedari tadi ia perhatikan adalah Pangeran. Setelah cukup lama memperhatikan dari jauh akhirnya Clara memberanikan diri mendekati Pangeran.
“Hai,” ujar Clara.
Lelaki yang ia sapa bergeming, sedikit melihat ke arah Clara lalu kembali fokus terhadap minuman yang ada di depannya. Clara kemudian duduk di samping lelaki itu memperhatikan wajah Pangeran yang tertutup topeng. Matanya terlihat sangat sayu.
Pangeran mabuk, tukas Clara dalam hati.
“Violet...” racau Pangeran.
Clara tertegun mendengar nama yang digumamkan Pangeran. Violet, gadis yang baru-baru ini putus dengan Pangeran. Mereka sudah putus, tetapi Pangeran terlihat masih sangat mencintai gadis itu, sampai-sampai nama itu masih tersebut dalam keadaan mabuk. Hati Clara tentu saja sakit mendengar racauan Pangeran, tetapi untuk kali ini saja tak ada salahnya jika ia menahan. Toh sudah biasa ia diperlakukan buruk oleh Tesa dan Teresia.
“Kenapa?” tanya Clara kepada Pangeran.
Katanya orang mabuk akan berkata jujur, jadi sekali-sekali Clara ingin mendengar perkataan jujur dari Pangeran. Mungkin akan semakin menyakitinya.
“Lo siapa?” tanya Pangeran saat ia sadar seseorang yang ada di sampingnya bukanlah nama yang ia sebut tadi.
“Kamu mau cerita?” tanya Clara lagi sengaja menghiraukan pertanyaan Pangeran.
Setelah pertanyaan itu mengalirlah cerita dari bibir Pangeran. Ia bercerita tentang Violet yang telah membohonginya dan mengaku-ngaku sebagai penganggum rahasia yang selama ini mengirimkan barang atau surat kepada Pangeran. Clara tertegun mendengar akhir cerita itu, ia tak tau ingin merespon apa. Pangeran mencintai penganggum rahasia yang selama ini mengirimkan berbagai benda dan surat, karena itu pula Pangeran berpacaran dengan Violet. Selama ini Pangeran salah mengira. Padahal pengagum rahasia itu sekarang sedang duduk di sampingnya. Iya, pengagum rahasia yang dicari-cari Pangeran adalah Clara.
“Orang yang kamu cari selama ini adalah aku,” ucap Clara.
Perkataan Clara barusan sukses membuat mata Pangeran berkaca-kaca. Pancaran cahaya yang keluar dari bola mata indah itu berlinang seolah terharu karena hal yang selama ini ia cari justru datang dengan sendirinya ke hadapannya. Tetapi, Pangeran tidak akan semudah itu percaya. Karena sebelumnya Violet juga mengaku sebagai orang yang ia cari. Tanpa aba-aba Pangeran menarik kasar tangan Clara dan mendekatkan wajah mereka. Hal yang dilakukan Pangeran itu sontak membuat debaran dada Clara meningkat dua kali lipat.
“Kalo gitu, buktikan!” bisik Pangeran ditelinga Clara.
Clara berusaha menormalkan kembali debaran jantungnya yang begitu cepat. Lalu perlahan memperjauh jarak wajah mereka. Pangeran butuh bukti, jadi ia akan memperlihatkan bukti yang Pangeran minta. Clara segera merogoh ponsel yang ada di dalam tasnya. Namun, belum sempat memberikan bukti-bukti yang ia punya ponsel yang ia genggam berdering.
Bella calling...
“lo dimana?” tanya Bella
Clara berusaha menajamkan pendengarannya, di sini sangat berisik berbanding terbalik dengan tempat dimana Bella berada. Eh tunggu dulu, bukannya Bella juga ada di sini. Kok bisa tenang banget? Clara kebingungan tetapi hal itu tak perlu ia tanyakan. Bisa saja Bella sedang di luar mencari udara segar lalu merindukan Clara dan menelfonnya.
“Di bar, lagi sama Pangeran gue!” teriak Clara.
“Kenapa?” tanya Clara lagi.
Terdengar Bella menghela napas di seberang sana. “Tante Tesa...dia udah di perjalan dari bandara ke rumah lo.”
“Hah? Serius lo? Kok bisa? Mati gue, diomelin mak lampir lagi deh.”
“Makanya buruan keluar kalo lo masih mau hidup!” ancam Bella, kemudian mematikan sambungan telfon.
“Mampus!” maki Clara kepada dirinya sendiri.
Pangeran yang sedari tadi melihat pergerakan Clara bertanya “Kenapa? Gak bisa ngasih bukti?”
“Bukan gitu, sekarang aku lagi buru-buru, jadi besok di sekolah aku liatin semua bukti yang aku punya ke kamu. Bye Pangeran,”
Setelah kepergian Clara musik di ruangan itu mati dan terdengar suara MC yang memberitahukan bahwa telah terjadi pergantian hari. Sekarang tepat pukul 12 malam. Pangeran masih terjebak rasa bingung antara mempercayai gadis itu atau tidak saat matanya tak sengaja melihat sebuah anting berbentuk mahkota yang berkilauan ada di dekat kakinya.
***
“Pinjam HP lo Clar,”
Kini Clara sedang duduk berdua di kelas bersama Bella, sahabatnya yang paling setia. Sudah seminggu semenjak Clara menghadiri party yang diadakan oleh Pangeran dan sudah semingu ini pula ia berhenti meletakkan surat atau barang kedalam loker milik Pangeran. Rasanya ingin sekali Clara menemui Pangeran dan memberikan segala bukti yang ia punya tetapi, semua itu tak bisa ia lakukan. Seminggu ini pergerakannya di sekolah selalu diawasi oleh Teresia.
Soal kejadian setelah malam pesta itu. Tesa sampai di rumah lebih dulu dibanding Clara. Hal itu justru membuat Tesa marah besar dan Clara diomeli habis-habisan. Tak hanya diomeli, bagian kakinya memar semua. Tesa mencambuk kaki Clara dengan ikat pinggang milik ayahnya dengan kencang dan berkali-kali. Bukannya saat itu Clara tak bisa melawan, tetapi Teresia membantu Tesa dengan memeganginya. Rasa sakit karena cambukkan itu masih terasa sampai sekarang. Padahal kejadian itu sudah seminggu berlalu.
Seteah semua siksaan yang ia terima, lagi-lagi Clara harus menelan pil pahit karena dilarang untuk mendekati Pangeran. Teresia yang malam itu juga menghadiri pesta, melihat Clara yang mendekati Pangeran dan duduk berdua di meja bartender. Teresia cemburu sekaligus iri dengan Clara, jadi dia mengancam Clara. Jika Clara masih saja mendekati Pangeran maka Teresia akan membujuk Tesa untuk memindahkan Clara ke sekolah lain agar Clara tidak bisa lagi mendekati Pangeran. Hal itu mengakibatkan Clara memilih cara aman dengan tidak mendekati Pangeran. Setidaknya ia masih bisa melihat Pangeran dari jauh.
“Lo lagi ngapain sih, Bell?’ tanya Clara.
Bella yang sedari tadi bermain dengan ponsel pintar miliknya melihat kearah Clara sebentar lalu melihatkan ponsel miliknya. Memperlihatkan isi dm instagram-nya bersama Pangeran.
Clara tertegun membaca pesan antara Bella dan Pangeran “Kenapa lo kasih tau nama gue?” tanya Clara bingung. Bella padahal tau hal apa yang akan terjadi jika Clara bertemu dengan Pangeran. Clara tidak ingin pindah sekolah.
“Dia nanyain anting mahkota lo yang tadi gue post di ig punya siapa, ya gue jawab punya lo lah,” jawab Bella cuek.
“Emang salahnya dimana, kan gue gak bilang kalo seorang Clara Princessza adalah pengaggum rahasianya dia,” sambungnya.
“Awas aja, kalo sampe gue dipaksa pindah sekolah gara-gara lo,” tukas Clara kesal.
Terdengar suara gaduh dari luar karena ini adalah jam istirahat. Tetapi yang membingungkan mereka berdua adalah suara gaduh itu semakin terdengar jelas menuju kelas mereka.
“Ini kelasnya Clara Princessza?”
“Mati gue,” ucap Clara ketika mendengar suara seseorang yang bertanya tentang dirinya itu. Suara milik Pangeran. Seseorang yang seminggu ini sengaja ia hindari.
“Ini orangnya!” teriak Bella
Bukannya Bella ingin Clara pindah sekolah dan meninggalkannya sendiri. Tetapi, menurut Bella temannya pantas bahagia bersama Pangeran yang dicintainya. Karena itulah tadi ia meminjam ponsel milik Clara dan mengirimkan bukti-bukti kepada Pangeran jika Clara adalah penganggum rahasianya yang sebenarnya.
Pangeran melangkah ke kursi di mana Bella dan Clara duduk. Setelah sampai di hadapan mereka berdua, Bella pamit ke toilet. Meninggalkan Pangeran dan Clara di dalam kelas berdua menyelesaikan permasalahan hati antara mereka berdua. Bella menutup pintu kelas dan berjaga di depan kelas agar tak ada seorang pun yang mengganggu mereka.
“Ini punya lo kan?” tanya Pangeran sambil memperlihatkan anting mahkota yang sedang ia genggam kepada Clara.
Clara mengangguk. Mendadak kehilangan kata-kata. Ia ingin menyangkal, tetapi benda itu adalah benda pemberian sahabatnya dan itu sangat berharga bagi Clara. Clara kemudian memasukkan tangannya ke dalam saku bajunya dan mengambil sebuah anting yang merupakan pasangan dari anting yang kini berada di genggaman Pangeran. Pangeran mengambil anting yang ada di tangan Clara lalu tiba-tiba mendekat. Kini jarak wajah mereka hanya sejengkal.
“Diam dulu, biar gue pasangin,” ujar Pangeran. Lalu memakaikan sepasang anting itu ke telinga Clara.
“Lo juga kan yang selama ini jadi pengagum rahasia gue?” masih dengan posisi yang sama tetapi kini Pangeran berbisik tepat di telinga Clara.
Clara mematung. Tak tau harus bersikap seperti apa. Jantungnya berdetak sangat cepat, mungkin sebentar lagi jika Pangeran tidak segera menjauh ia akan pingsan karen serangan jantung.
“Lo tau, selama ini gue nyariin lo. Gue gak tau siapa yang ngirimin surat-surat dan benda itu tapi, bisa-bisanya gue jatuh cinta,”
Pangeran menjauhkan wajahnya dari wajah Clara. Hal itu dijadikan Clara kesempatan untuk menghirup napas sebanyak-banyaknya. Untuk jaga-jaga jika nanti Pangeran akan kembali seperti tadi. Bisa mati muda Clara jika seperti ini terus.
“Ja-jadi, Ma—mau kamu apa?” tanya Clara gugup dengan suara bergetar.
“Lo mau kan jadi Cinderellanya gue?”
Clara berdeham sebentar, mencoba mengontrol diri. Bukan saatnya dia diam saja. Tarik napas...buang... ujar Clara dalam hati.
“Aku bukan Cinderella. Aku Clara,” tukas Clara setelah berhasil mengontrol dirinya.
Suara tawa renyah keluar dari bibir Pangeran. Ia tertawa melihat tingakah lucu gadis itu. ingin sekali mencubit pipi yang kini sedang bersemu merah itu.
“Hahaha...ok, ok. Clara. Lo mau jadi pacar gue?”
Clara mengangguk.
“Jadi sekarang, Pangeran untuk Clara?”
Pangeran tersenyum. “Ya.”
THE END
Tempat bernama “Khayalan”
Dini hari, 29 Agustus 2020